Ketua KAN Harau, Firdaus Dt. Bosa Batuah: Tanah Ulayat Dikuasai Mafia, Masyarakat Tertekan

  • Bagikan

Mata-publiknusantara.com, Limapuluhkota, 25 September — Konflik tanah ulayat di Harau kembali mencuat setelah masyarakat bersama tokoh adat mendatangi kantor DPRD Sumatera Barat. Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Harau, Firdaus Dt. Bosa Batuah, menyampaikan bahwa masalah ini sudah berlangsung lebih dari dua tahun dan semakin merugikan masyarakat.

Firdaus mengungkapkan, persoalan bermula dari keterlibatan pihak asing yang bekerja sama dengan mafia tanah. Mereka disebut menggunakan cara-cara kotor, mulai dari menjadikan pakang sebagai saksi jula beli, hingga melakukan pengukuran tanah secara berlebihan. Menurut Firdaus, transaksi jual beli tanah terjadi tanpa sepengetahuan KAN maupun wali nagari.

Firdaus menegaskan bahwa masyarakat tidak pernah menandatangani surat jual beli tanah kepada pihak asing. Namun, praktik itu tetap dilakukan. Tanah yang seharusnya satu hektar dibeli, justru diukur dua hektar. Kondisi ini membuat masyarakat adat merasa semakin terpojok dan kehilangan kekuatan untuk melawan.

Ia juga menyoroti adanya tekanan dari mafia tanah yang sering merendahkan masyarakat dengan ucapan bahwa uang bisa membeli segalanya. “Masyarakat ditawarkan uang, tapi ketika menolak mereka berkata, kami punya uang, masyarakat punya apa,” jelas Firdaus.

Kehadiran Firdaus bersama masyarakat dan Barisan Bersatu Masyarakat (BBM) Lancang di DPRD bertujuan untuk meminta dukungan dan perhatian penuh. Ia berharap DPRD segera meninjau lapangan agar memahami kondisi sebenarnya, sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat Harau.

Tokoh adat Dt. Gadiang menambahkan bahwa permasalahan ini sudah menjadi masalah besar. Ia menilai ada ketidakadilan dalam penerapan hukum. Masyarakat yang hanya mengambil sarang semut bisa dipenjara, sementara pengolahan hutan dengan alat berat yang jelas dilarang undang-undang justru dibiarkan terjadi di Nagari Harau. Saat ini bahkan tokoh niniak mamak seperti Dt. Pucuak ikut dipenjara karena mempertahankan tanah ulayat.

Dalam pertemuan tersebut, anggota DPRD menyampaikan kesediaannya untuk membantu. DPRD meminta masyarakat juga menempuh jalur hukum dan administrasi, termasuk mengajukan pengaduan ke Ombudsman, membawa sertifikat bermasalah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta melaporkan kasus ini ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). DPRD juga membuka peluang pembentukan Panitia Kerja (Panja) khusus agar persoalan tanah ulayat Harau dapat dibahas lebih serius hingga ada penyelesaian.

Masyarakat Harau kini berharap dukungan DPRD dapat membuka jalan keadilan, menghentikan praktik mafia tanah, dan membebaskan tokoh adat yang masih dipenjara karena mempertahankan tanah ulayat.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *