Mata-PublikNusantara.com, Bogor ][ Aliansinews id. Desa digital adalh satu program yang diluncurkan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang sebelumnya bernama Kementerian Informatika dan Komunikasi (Kominfo) di 2017.
Desa digital adalah sebuah konsep yang menggabungkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan kegiatan di desa. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik, perekonomian, dan partisipasi masyarakat di desa.
Pemerintah pada tahun 2025 menetapkan program Desa Digital sebagai salah satu prioritas utama penggunaan Dana Desa. Langkah ini bertujuan untuk mempercepat transformasi digital di pedesaan, mendukung pembangunan ekonomi berbasis teknologi, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di tingkat desa.
Hal itulah yang kemudian oleh sebagian orang dipandang sebagai peluang bisnis untuk menjadi mitra desa dalam mengimplementasikan desa digital, tak terkecuali di Kabupaten Bogor.
Pada prinsipnya, orang membaca peluang bisnis dan berusaha mendapatkannya adalah sah-sah saja, selama prosesnya sesuai aturan, kode etik serta memenuhi azas prifesionalisme. Namun hal tersebut bisa menjadi masalah apabila untuk mendapatkan peluang itu dilakukan dengan cara yang kotor.
Demikian disampaikan oleh salah seorang Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Bogor sambil mengungkap indikasi praktek permainan kotor oleh oknum-oknum dalam upaya menjadi mitra desa untuk program desa digital.
Kades tersebut mengungkapkan, di Kabupaten Bogor ada seorang oknum pendamping desa yang juga ketua umum salah satu LSM. Lalu sekretaris LSM itu adalah seorang praktisi media yang juga memiliki perusahaan teknologi informasi (TI).
“Sebagai pendamping desa, mestinya untuk membantu desa-desa, bagaimana memajukan, mengatasi berbagai masalah dan sebagainya. Namun prakteknya, diduga posisi sebagai pendamping desa itu justru dimanfaatkan untuk menyuplai data-data kekurangan atau kelemahan desa, yang kemudian dipergunakan untuk intimidasi terhadap kades-kades yang ujungnya agar proyek desa digital jatuh ke tangan mereka,” papar Kades nara sumber itu.
Kades tersebut juga memperlihatkan daftar kades-kades di Kabupaten Bogor yang diklaim sudah bergabung dengan satu perusahaan untuk pelaksanaan program desa digital.
Aliansi News berusaha mengkonfirmasi kepada kades-kades yang ada dalam daftar tersebut. Dan 5 (lima) kades yang sudah dihubungi dari keseluruhan 31 kades, mereka mengatakan nama dan foto mereka hanya ditempelkan.
Mereka menegaskan belum bergabung dan juga tidak datang saat diundang pelatihan di salah satu hotel di Dramaga pada bulan Juli lalu.
“Ya mungkin kami dianggap kades yang cukup berpengaruh sehingga nama dan foto kami dicatut, mungkin buat narik kades-kades yang lain. Yang pasti saya pribadi sangat hati-hati lah dalam menggandeng mitra, mempertimbangkan berbagai hal termasuk melihat rekam jejak pihak yang menawarkan diri,” ucap salah seorang kades.
Sementara salah seorang kades lainnya mengatakan, indikasi menakut-nakuti itu subyektif dan menurutnya memang ada, tapi masih dalam taraf ringan dan masih bisa ditolerir.
“Kami juga tidak mau buang energi dan ribut-riibut untuk permainan sekelas itu, tapi jika memang nanti kami pandang sudah melampaui batas, kami pasti bertindak,” tegasnya.
Terpisah, saat dihubungi dan diminta pendapat soal fenomena di Kabupaten Bogor itu, Staf Ahli Lembaga Aliansi Indonesia Muhammad Syafei, menyarankan agar segera dilakukan komunikasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bogor.
“Harus secepatnya dikomunikasikan dengan pihak yang berwenang untuk mencegah agar tidak semakin meluas. Itu minimalnya, maksimalnya ya agar ada sanksi kalau perlu status pendamping desa oknum yang diduga bermain tersebut dicabut, tentunya jika terbukti ya,” kata dia.
Syafei menambahkan, “Jika benar seperti itu, berarti terindikasi ada penyalahgunaan wewenang ataupun konflik kepentingan. Itu sudah nggak benar!.”
Pada dasarnya, menurutnya, semua pihak punya hak yang sama untuk berusaha termasuk berusaha menjadi mitra desa dalam program desa digital. Namun caranya harus fair dan mengikutinya aturan yang ditentukan.
“Apakah untuk menjadi mitra itu harus lewat tender atau penunjukan langsung. Untuk penunjukan langsung pun tentu ada kualifikasi-kualifikasi yang harus terpenuhi. Main fair saja, dan jangan berusaha memonopoli dengan cara yang kotor,” pungkasnya.














