Mata-publiknusantara.com, Harau, 10 Oktober 2025 — Suasana hangat dan penuh makna terasa di Aula Kantor Wali Nagari Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, pada Jumat (10/10/2025).
Sebanyak 25 orang rombongan masyarakat Suku Banjar dan Dayak dari berbagai daerah di Kalimantan melakukan kunjungan ke Nagari Harau dalam rangka mempererat silaturahmi dan memperkuat hubungan antarbudaya di Nusantara.
Rombongan ini terdiri dari beberapa perwakilan sub-suku, di antaranya Dayak Deah, Dayak Ma’anyan, dan beberapa komunitas adat lainnya dari Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, serta Kalimantan Timur.
Kunjungan ini juga di hadiri Ali Ancen, Kepala Adat Dayak Deah dari Kalimantan Selatan, yang dikenal aktif menjaga dan melestarikan adat serta tradisi masyarakat Dayak.
Kedatangan rombongan disambut hangat oleh Firdaus Dt. Bosa Nan Batuah dan Amsir Dt. Bandaro Rajo, selaku kepala adat Nagari Harau, didampingi oleh beberapa Niniak Mamak dan tokoh masyarakat Harau.
Pertemuan tersebut berlangsung penuh keakraban dan semangat kekeluargaan, menjadi ajang penting bagi dua budaya besar — Dayak dan Minangkabau — untuk saling mengenal, memahami, dan mempererat rasa persaudaraan.
Dalam sambutannya, Firdaus Dt. Bosa Nan Batuah menyampaikan rasa bahagia dan penghargaan yang tinggi atas kunjungan rombongan masyarakat adat Dayak ke Nagari Harau.
“Kami merasa terhormat atas kedatangan saudara-saudara dari Kalimantan. Semoga silaturahmi ini membawa manfaat, memperluas wawasan, dan memperkuat persaudaraan antarsesama masyarakat adat,” ujarnya dengan penuh kehangatan.
Sementara itu, dedi unjal, kepala desa warukin, kab tabalong, kalimantan selatan, mewakili rombongan Dayak, menyampaikan bahwa kunjungan ke Nagari Harau bukan hanya sekadar perjalanan budaya, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap keberagaman adat di Indonesia.
“Kami datang bukan sekadar berkunjung, tapi untuk belajar dan menjalin persaudaraan. Kami percaya, adat dan budaya akan semakin kuat bila dijaga bersama, tanpa membedakan suku, daerah, atau asal usul,” ungkapnya.
Pertemuan ini diisi dengan makan bersama dan sesi perbincangan ringan, saling berbagi pengalaman dan cerita tentang kehidupan adat di daerah masing-masing.
Masyarakat Dayak juga menyampaikan rasa kagum terhadap keindahan lembah Harau, serta keramahan masyarakatnya yang begitu terbuka terhadap tamu dari luar daerah.
Menariknya, meskipun tidak ada pertukaran cenderamata secara formal, namun suasana persaudaraan yang terjalin menjadi simbol dari nilai kebersamaan yang lebih bermakna.
Kedua belah pihak menegaskan bahwa nilai sebuah pertemuan tidak terletak pada bentuk hadiah, tetapi pada ketulusan hati dan niat untuk menjaga silaturahmi antarsesama anak bangsa.
Melalui dialog budaya ini, masyarakat Dayak dan warga Nagari Harau menyadari bahwa perbedaan budaya bukanlah dinding pemisah, melainkan jembatan yang memperkuat rasa saling menghormati dan memahami.
Keduanya memiliki nilai-nilai luhur yang sama: menjunjung tinggi adat, menghormati alam, dan menjaga keharmonisan antarmanusia.
Pertemuan ini menjadi bukti nyata bahwa dua budaya dapat bertemu, dua nilai dapat berpadu, dan satu Indonesia dapat bersatu dalam semangat kebersamaan dan cinta terhadap tanah air.
Dari Harau, semangat persaudaraan antarbudaya terus bergema — menegaskan bahwa keberagaman adalah anugerah yang harus dijaga, bukan dipisahkan.













